Keunikan Suku Tengger: Ritual Yadnya Kasada dan Tradisi Lokal di Kawasan Bromo

Kawasan Gunung Bromo di Jawa Timur tidak hanya terkenal dengan keindahan sunrise dan lautan pasirnya yang memesona, tetapi juga dengan warisan budaya yang dipertahankan kuat oleh komunitas lokal, yaitu Suku Tengger. Keunikan Suku Tengger terletak pada keteguhan mereka memegang teguh ajaran Hindu Dharma dengan interpretasi lokal yang berbeda dari Bali, serta cara hidup mereka yang menyatu dengan alam. Mempelajari Keunikan Suku Tengger adalah menelusuri kisah keturunan terakhir Kerajaan Majapahit yang melarikan diri ke dataran tinggi untuk mempertahankan keyakinan mereka. Inti dari Keunikan Suku Tengger adalah upacara adat megah yang disebut Yadnya Kasada, sebuah persembahan syukur yang menjadi daya tarik spiritual dan pariwisata.


Sejarah Singkat dan Keyakinan Lokal

Suku Tengger diyakini sebagai keturunan langsung dari rakyat Kerajaan Majapahit yang melarikan diri ke pegunungan Bromo pada abad ke-15 saat Islam mulai menyebar di Jawa. Mereka mempertahankan agama Hindu, namun dengan banyak sinkretisme yang menghasilkan keyakinan khas, dikenal sebagai Hindu Tengger.

Mereka percaya bahwa Gunung Bromo (Gunung Brahma) adalah tempat suci. Kehidupan spiritual mereka dipimpin oleh seorang tokoh agama yang disebut Dukun Pandita atau Romo Dukun. Romo Dukun bukan hanya pemimpin ritual, tetapi juga tabib dan penasihat masyarakat. Masyarakat Tengger tersebar di empat kabupaten yang mengelilingi kawasan Bromo: Probolinggo, Pasuruan, Malang, dan Lumajang.

Yadnya Kasada: Pesta Persembahan di Kawah Bromo

Ritual Yadnya Kasada adalah puncak dari ekspresi budaya dan spiritual Suku Tengger. Upacara ini diadakan setiap tahun pada hari ke-14 bulan Kasada dalam kalender Tengger (biasanya jatuh sekitar bulan Juni atau Juli).

  • Filosofi: Ritual ini adalah persembahan kepada Sang Hyang Widhi (Tuhan) dan leluhur mereka, Roro Anteng dan Joko Seger. Legenda mengatakan bahwa pasangan ini, setelah lama tidak memiliki keturunan, berjanji mempersembahkan anak bungsu mereka ke kawah Bromo. Meskipun anak bungsu, Kusuma, menolak dan melarikan diri, ia tetap jatuh ke kawah. Sejak saat itu, Suku Tengger melemparkan sesaji ke kawah Bromo sebagai persembahan dan simbolisasi janji tersebut.
  • Prosesi: Ribuan orang Suku Tengger akan berkumpul di Pura Luhur Poten di Lautan Pasir Bromo. Setelah melalui serangkaian doa yang dipimpin Romo Dukun, mereka mendaki bibir kawah untuk melemparkan sesaji (ancaks) yang berisi hasil bumi, ternak, uang, dan makanan.

Pada perayaan terakhir yang berlangsung pada hari Kamis, 20 Juni 2024, tercatat bahwa TNI dan Polri (Polsek Sukapura) menurunkan tim pengamanan khusus untuk mengatur lalu lintas dan memastikan keselamatan ribuan peziarah dan wisatawan di bibir kawah Bromo.

Tradisi Harian dan Kearifan Lokal

Selain upacara besar, Keunikan Suku Tengger juga terlihat dalam kehidupan sehari-hari dan kearifan lokal mereka:

  • Sistem Pertanian: Mereka adalah petani ulung yang memanfaatkan suhu dingin untuk menanam sayuran dataran tinggi seperti kentang dan kubis. Sistem pertanian mereka sangat menghormati keseimbangan alam.
  • Rumah Adat: Rumah tradisional mereka cenderung sederhana dan kokoh, dibangun untuk menahan suhu ekstrem di pegunungan.

Konsistensi Suku Tengger dalam menjaga tradisi, terlepas dari modernisasi, menjadikan kawasan Bromo tidak hanya sebatas destinasi alam, tetapi juga pusat pembelajaran budaya hidup yang harmonis dengan lingkungan.