Desa Edelweis Wonokitri: Konservasi Bunga Abadi dan Budaya Suku Tengger yang Menarik

Di lereng Gunung Bromo yang megah, tersimpan sebuah inisiatif lingkungan dan budaya yang sangat menarik, yaitu Desa Edelweis Wonokitri. Desa ini, yang terletak di Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, telah bertransformasi menjadi pusat konservasi bunga Edelweis Jawa (Anaphalis javanica), atau yang dikenal sebagai bunga abadi. Inisiatif ini lahir dari kepedulian masyarakat Suku Tengger, penduduk asli kawasan Bromo, yang menyadari semakin menipisnya populasi bunga Edelweis akibat maraknya pengambilan liar oleh wisatawan. Kunjungan ke sini tidak hanya menyuguhkan keindahan hamparan bunga yang dilindungi, tetapi juga menawarkan pengalaman mendalam tentang kearifan lokal Suku Tengger dalam menjaga keseimbangan alam.

Sejarah konservasi ini dimulai pada tahun 2018, ketika beberapa pemuda Tengger yang didukung oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB-TNBTS) berinisiatif membudidayakan Edelweis di lahan desa. Tujuan utamanya adalah mengedukasi wisatawan dan memberikan alternatif mata pencaharian bagi warga tanpa merusak ekosistem Bromo. Proses budidaya di Desa Edelweis Wonokitri dilakukan secara organik, memanfaatkan lahan pekarangan rumah warga yang berada di ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut. Kini, wisatawan diizinkan membeli bunga Edelweis hasil budidaya tersebut, yang sudah dikeringkan dan diolah menjadi suvenir, sehingga memutus rantai pengambilan bunga dari habitat alaminya di Gunung Bromo.

Keunikan lain dari desa ini adalah integrasinya yang erat dengan budaya Suku Tengger. Bagi masyarakat Tengger, Edelweis bukan sekadar bunga; ia memiliki nilai sakral dan sering digunakan dalam berbagai ritual adat, termasuk upacara Yadnya Kasada. Bunga ini melambangkan ketulusan dan keabadian cinta, sehingga keberadaannya sangat dihormati. Para wisatawan yang berkunjung ke Desa Edelweis Wonokitri sering kali berkesempatan melihat rumah-rumah adat Tengger yang khas dan berinteraksi langsung dengan warga yang masih memegang teguh tradisi leluhur. Pengelola desa, yang bekerja sama dengan tokoh adat (per data 5 Agustus 2024), mengadakan workshop singkat setiap hari Sabtu mengenai prosesi dan makna bunga Edelweis dalam upacara keagamaan.

Aspek pariwisata di desa ini dikelola secara gotong royong. Tiket masuk untuk kawasan budidaya ini sangat terjangkau, dengan hasil retribusi sepenuhnya dialokasikan untuk operasional konservasi dan kesejahteraan masyarakat lokal. Pengunjung diizinkan masuk setiap hari mulai pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB. Petugas keamanan desa (yang juga merupakan warga lokal) memastikan bahwa tidak ada pengunjung yang merusak tanaman Edelweis. Selain kebun bunga, Desa Edelweis Wonokitri juga menawarkan kuliner khas Tengger dan pemandangan Gunung Bromo yang terlihat jelas dari beberapa titik pandang. Keberhasilan desa ini dalam menyandingkan konservasi lingkungan dengan pengembangan pariwisata dan pelestarian budaya menjadikannya model percontohan desa wisata berbasis kearifan lokal di Jawa Timur.